Gemah Putra
Politik indonesia sedang mengalami laju proses konsolidasi yang signifikan dalam segala lini politiknya. Sejak reformasi digulirkan tahun 1998, perubahan ke arah bentuk politik yang demokratis semakin jelas dengan terbukanya keran kebebasan. rakyat dengan bebas mendirikan partai politik, regulasi kepartaian dan pemilu yang dinamis, desentralisasi pemerintahan, dan berbagai upaya pembenahan kelembagaan dalam mendukung proses demokrasi. Namun, ditengah sukses proses konsolidasi demokrasi yang semakin matang tersebut, ternyata masih menyisakan satu masalah penting yang terabaikan, yakni masalah Gerontokrasi yang kuat dan menggurita dalam langgam politik kita.

#Tentang Gerontokrasi
Dalam ilmu sosial, gerontokrasi (gerontocracy) dimaknai sebagai sebuah tatanan sosial politik yang dikendalikan atau di dominasi oleh orang-orang tua, mereka menjadi penentu dan pengendali utama di sebuah organisasi.  gerontokrasi ini bukanlah hal baru di masyarakat kita, pola hubungan kekuasaan yang gerontokratik telah lama terbentuk di berbagai tempat. Dalam lembaga-lembaga politik, sosial, maupun keagamaan, kontrol orang-orang tua menjadi faktor utama penghambat lajunya sebuah proses perubahan.
Konservatif, lambat dan kaku, itulah ciri umum yang melekat pada kepemimpinan kaum tua. Gelombang perubahan yang demikian deras terjadi,  bisa saja tidak diimbangi oleh mereka yang tua, sebab perubahan yang cepat selalu membutuhkan kecepatan pengambilan keputusan, gesit dalam mencermati situasi dan tentu saja kuat secara fisik dalam menjalankan berbagai aktifitas.
Demokrasi akan menjadi mandek dan terhambat oleh eksistensi kelompok tua. indonesia baru satu dekade memulai konsolidasi demokrasinya, kelompok tua bisa menjadi faktor utama penghambat konsolidasi tersebut, sebab merupakan bagian dari rezim lama dengan gaya dan karakter politik yang anti perubahan.
Kaum tua dalam sikap politiknya cenderung mengejar dan haus akan kekuasaan. Itu sebabnya eksistensi kaum tua akan menghambat pengembangan kaum muda, sebab kaum muda selalu akan muncul dengan gagasan-gagasan segar tentang perubahan, dan itu menjadi ancaman serius terhadap kaum tua. Eksistensi gerontokrasi dalam politik akan menghambat dua hal penting menyangkut konsolidasi demokrasi. Pertama, regenerasi politik menjadi terhambat karena tertutupnya ruang untuk kaum muda dalam sirkulasi kepemimpinan. Kedua, trasisi ke sitem politik yang lebih demokratis akan mengalami kesulitan karena watak kaum tua yang koservatif dan anti perubahan.
Menurut pakar politik Eep Saefullah Fatah, Gerontokrasi yang meluas membawa serta sejumlah bahaya, baik Politik diam-diam maupun terang-terangan kerapkali bekerja untuk menumpulkan kesadaran orang-orang muda, menumpas kekuatan orang-orang muda dan menutup kesempatan bagi orang-orang muda .

#Era baru Kaum Muda
Bahaya gerontokrasi yang nampak nyata dan cenderung menghadang jalannya sistem demokrasi, menghendaki adanya upaya serius secara politik untuk menghindari budaya politik ini. memang dalam menghadang kekuasaan yang didominasi oleh kelompok orang-orang tua ini bukanlah perkara mudah. Di negara-negara yang telah matang dan maju demokrasinya pun kerap menghadapi masalah gerontokrasi. Perlu komitmen yang sungguh-sungguh untuk menciptakan budaya politik yang dapat memberikan kesempatan yang sama bagi setiap kelompok, sehinggah kehidupan demokrasi yang sehat dapat diterapkan dalam jagat politik.
Dalam politik lokal, ancaman gerontokrasi juga berlangsung. Banyak kepala daerah yang menjadikan basis kekuasaan politik berada pada sekumpulan politisi tua yang bercokol lama di lingkaran utama partai politik maupun di pemerintahan. Realitas politik lokal diciptakan seolah-olah kaum tua adalah kelompok yang memiliki kematangan politik dan pengalaman pemerintahan yang baik, padahal tidak sedikit kaum tua di politik lokal yang gagal dalam melakukan pembangunan di daerah. Ini terlihat dari banyaknya kepala daerah yang terdiri dari orang-orang tua yang banyak terlibat dalam perkara korupsi maupun penyalahgunaan kekuasaan.
Bercermin dari ancaman di atas, perlu kiranya menyediakan alternatif politik kaum muda yang yang secara langsung maupun tidak langsung terlibat di kontestasi elektoral (pemilu) sebagai cara menghadang  berakarnya budaya politik gerontokrasi. Kasus kemenangan Joko widodo di Pemilukada DKI Jakarta, Ganjar Pranowo di Jawa Tengah, dan Bima Arya di kota Bogor, menunjukan bahwa sebenarnya masyarakat menginginkan alternatif pemimpin yang cekatan dari kalangan kaum muda. Kelompok kaum tua semakin tidak mendapatkan kepercayaan (trust) dari masyarakat.
Ditengah kemenangan politisi muda di beberapa pemilukada, ada angin segar dalam tradisi politik kita yang selama ini diwarnai wajah-wajah lama yang dominan dari kelompok kaum tua. Gelombang kepercayaan akan kualitas yang dimiliki kaum muda lamban laun mulai dipahami masyarakat. Budaya politik lama mulai perlahan tergerus. kepercayaan masyarakat sangat dibutuhkan untuk mendukung terciptanya budaya politik yang terbuka ini.
Oleh sebab itu merupakan tanggung jawab yang fundamental untuk secara kolektif mengupayakan terwujudnya kesempatan politik yang terbuka ini untuk bisa di akses oleh setiap kelompok. Arah baru politik kaum muda semakin mendapat tempat. Wajah politik kita mulai menuju ke arah kematangan, ada asa tercipta dalam demokrasi, bahwa kesempatan politik dimiliki semua orang. Kaum muda adalah masa depan politik indonesia, dan pendorong utama majunya demokrasi sebuah bangsa.