Empat Faktor Menguatnya Pengaruh Politik Ulama

Lima tahun terakhir kepolitikan nasional kita diwarnai satu hal menarik:menguatnya pengaruh politik ulama. 


Ulama dalam Islam adalah orang yang memiliki pengetahuan luas tentang ajaran agama. bukan saja pengetahuan soal agama an sich tapi juga melekat inheren pada diri mereka peran-peran sosial politik.

Peran itu yang melegitimasi ulama untuk terlibat secara langsung di dalam menentukan sikap atas berbagai kebijakan politik negara. bahkan sejak awal ulama menjadi sangat dominan berperan melawan kolonialisme sampai dengan merumuskan kemerdekaan.

Atas beban sejarah itu, ulama dalam periodesasi negara indonesia modern terus-menerus aktif menjadi alternatif saluran aspirasi bagi kelompok Islam ke pemerintah.

Semasa orde baru daya mobilisasi ulama dikerdilkan. saluran politik pun dikanalisasi hanya pada satu partai politik. padahal ada banyak cara pandang politik dalam Islam. ulama yang sepakat dengan fusi partai politik kemudian bergabung, sedangkan yang tidak sepakat memilih berjuang ekstra parlemen. pendek kata, pengaruh ulama tidak berbahaya bagi kekuasaan. 

Pasca Orba, ada Oase bagi Ulama untuk secara  leluasa melakukan mobilitas vertikal. mengumpulkan umat, membentuk organisasi dan meluaskan pengaruh.

hemat saya, ada empat faktor penyebab menguatnya pengaruh politik ulama:

Pertama, Melemahnya partai politik Islam. sejak pemilu pertama pasca reformasi, suara partai politik Islam tidak cukup membentuk clave politik yang masif dan kuat. dari periode pemilu ke pemilu, partai politik Islam menunjukan tren penurunan raihan suara. ada kecenderungan pemilih indonesia bergeser dari sentrifugal atau yang biasanya memilih partai politik yang terpola dalam kutub ideologis menjadi ke centripetal atau ke tengah.

Tokoh politik Islam tidak berhasil meyakinkan pemilih muslim untuk menjadi jembatan atas kepentingan politik Islam. 

Kepercayaan umat Islam kepada partai politik Islam mengering. partai politik Islam dianggap tidak lagi mampu menjadi alat politik yang efektif. bahkan peran politik partai Islam tidak ada beda dengan partai nasionalis. Islam hanya casing partai saja.

Kedua, Aktifnya Ulama-ulama populer dalam ruang percakapan politik. sebut saja ulama besar seperti Riziq Sihab, Abdul Somad, Aa Gym. ulama-ulama ini keluar dari tradisi kultural yang apolitis menjadi komentator politik aktif yang secara langsung mempengaruhi cara pandang pengikut mereka terhadap pemerintah. 

Ulama-Ulama ini membentuk satu pemahaman tentang agama yang menurut Saiful Mujani,  hadir sebagai kekuatan yang membangun solidaritas sosial dan menghasilkan sense of community (rasa bermasyarakat) di tengah masyarakat muslim modern. Rasa bermasyarakat ini yang kemudian menjadi suntikan paling penting untuk menghasilkan tindakan kolektif yang sangat urgen dalam demokrasi.

Ketiga, Propaganda bahwa Pemerintah anti umat Islam kuat sekali beredar menjadi common isu di dalam majelis-majelis yang diasuh para ulama dan ustad-ustad beken.

mungkin saja dalam banyak hal pemerintah dianggap tidak mewakili kepentingan umat Islam dan berada dalam kontrol dan pengaruh elit politik sekuler dan kristen. tapi hal ini tentu masih bisa diperdebatkan. tapi keyakinan akan kondisi tersebut sangat mendalam di benak para pengikutnya.

Keempat, menguatnya politik identitas pasca Pilkada Jakarta yang dimainkan elit politik tertentu memberikan dampak yang luas bagi cara pandang mengenai pentingnya mengorganisir isu identitas sebagai jalan bagi perluasan capaian-capaian politik dan mobilisasi massa. 

Daya tawar ulama vis a vis Pemerintah tentu saja meluas.  Bahkan Pemerintah dan Partai Nasionalis dipaksa memainkan politik kompromi dan akomodasi dengan memilih ulama sebagai calon wakil Presiden di Pemilu 2019 yang lalu.

Populisme ulama memunculkan fenomena menarik bahwa saluran resmi bagi agregasi kepentingan politik begeser secara signifikan dari formal-institusional ke populisme-identitas.

Tiga Dekade Benturan Islam dan Barat


Pasca perang dingin, Dunia menjadi monolitik. Barat yang Kapitalis-Sekuler tampil sebagai penguasa tunggal atas otoritas ekonomi-politik global setelah selama tujuh dekade bersitegang dengan Sosialisme-Komunisme dan Fasisme. 

Kemenangan barat ini jadi entry point bagi kosolidasi demokrasi. Maka lahirlah apa yang disebut Huntington sebagai gelombang demokrasi ketiga. Sebuah fase perkembangan demokrasi yang melahirkan banyak sekali negara-negara demokrasi baru. 

Negara-negara demokrasi ini tumbuh dengan asistensi barat, terutama Amerika Serikat. Amerika sendiri sedang memulai proyek baru bagi demokrasi dunia, dimana setiap elemen budaya maupun lokalitas harus dibuat kompatibel dan dapat menerima demokrasi sebagai yang satu-satunya sistem politik. 

Sebenarnya sejak perang dingin, Sosialis-Komunis bukan satu-satunya musuh barat. Tapi Peradaban Islam sendiri telah lama menjadi musuh barat, hanya saja perimbangan kekuatan menuntut semua terpolarisasi menjadi Komunis versus Kapitalis, atau blok barat versus blok timur.

Menurut Huntington, konflik di dunia baru sekarang ini bukan disebabkan oleh faktor ideologis atau ekonomi, tetapi lebih disebabkan oleh apa yang disebut sebagai “benturan peradaban” (the clash of civilization).

identitas peradaban akan semakin penting pada saat ini dan masa datang, dan dunia akan dibentuk dalam ukuran besar oleh interaksi di antara tujuh atau delapan peradaban utama: Barat, Konfuius, Jepang, Islam, Hindu, Slavia Ortodoks, Amerika Latin dan mungkin Afrika. Konflik yang paling penting pada masa akan datang terjadi di antara garis budaya yang memisahkan satu peradaban dengan yang lain.

Setelah runtuh tembok Berlin,  Barat kemudian memilih untuk melawan Islam, dengan mengangkat kembali isu-isu budaya sebagai pemicu konflik.

menguatnya persepsi dikotomis Barat-Islam karena adanya interpretasi historis yang difokuskan pada prinsip ideologi antagonisme seperti:  Bizantium versus Kekaisaran Islam, Kerajaan Kristen versus Andalusia, Turki Usmani versus Eropa, Nasionalisme Arab-Islam versus Barat.

Persaingan hegemoni politik dan ekonomi antara dunia Kristen abad pertengahan dan Kekaisaran Arab-Islam ditafsirkan sebagai sebuah konfrontasi antarperadaban, yang menyebabkan kesadaran Barat memahami Islam sebagai lawan atau musuh. Sementara Kristen dan Yudaisme terintegrasi dengan Barat ke dalam peradaban Yudeo-Kristen.

Mengutip Daniel Pipe, dalam pandangan fundamentalis muslim, Amerika jauh lebih berbahaya ketimbang Uni Soviet karena pengaruh budaya dan ekonominya Amerika jauh melampaui Uni Soviet. Demikian dengan Amerika juga menganggap ideologi kelompok fundamentalis Muslim merupakan tantangan yang jauh membahayakan.

Sampai dekade ketiga benturan Islam-Barat, ketegangan tetap dengan tensi yang sama. Sikap dunia Islam masih kokoh dalam pandangan bahwa Barat masih terus berkeinginan menghancurkan Islam dengan terus menerus terlibat dalam upaya-upaya menciptakan konflik yng berlarut-larut antara Negara Islam, menyingkirkan Konsepsi Islam sebagai Nation State, serta mengerus budaya dan lokalitas Islam.

Sementara Barat, sampai hari ini masih berada pada Islamophobis akut dengan pandangan yang terus menerus curiga dan diskriminatif terhadap Islam.

Relasi Perancis dan Islam pada Kasus Macron


Hubungan antar agama tercatat buram dalam lembaran sejarah. Coba dilihat. Kurang lebih 1000 tahun terakhir sejarah bumi ini adalah catatan pertentangan antar agama yang melibatkan kekerasan dan pembantaian. 

Kenapa agama seringkali lebih sebagai sumber masalah daripada sebagai solusi atas berbagai masalah hidup.?

Di eropa, agama sudah bangkrut. Orang2 eropa menuju jadi agnostik. Percaya Tuhan tapi tidak percaya agama. 

Dengan islam, eropa punya cerita kelam. Masuknya Islam ke eropa melalui berbagai invasi militer. Ada trauma masa lalu yang jadi ceritra sebelum tidur. itu yang membentuk sindrom ketakutan atas ancaman Islam yg disebut Islamophobia. 

Sama seperti kita disini, yang takut atas PKIphobia atau ancaman kebangkitan PKI yang terus menerus diceritakan sebagai mahluk yang suka membantai-bantai. Ya seperti itu juga yng dialami Islam di eropa.

Orang eropa, seperti perancis dalam benak dan pikiran mereka memandang orang2 Islam terutama yang berasal dari timur tengah dan maghribi sebagai orang2 yg dekat dengan budaya kekerasan yg terilhami oleh ajaran agama islam. 

Susah ditangkis pikiran seperti ini. Orang eropa tidak pernah baca alquran, jd gimana mereka mau percaya kalau islam adalah agama damai seperti yang didengungkan para pemuka agama dan  muslim terpelajar.

Kita yang Islam baca quran saja malas dan gak faham apalagi orang eropa.

Mereka mendefinisikan ajaran Islam darimana? Ya dari perilaku rill orang islam sendiri. Apa yg dilakukan orang2 Islam dipandang sebagai implementasi ajaran islam. hanya itu. 

Di dunia Islam, tiada hari tanpa berita tentang kekerasan antar faksi Islam, antara sesama negara2 Islam. Suni bunuh syiah, begitu sebaliknya, arab saudi ngebom yaman, irak perang dengan iran, syiriah perang saudara, qatar, oman, UEA musuhan sama Iran, indonesia saling musuh dengan malaysia, sering terjadi berbagai aksi terorisme di banyak negara,  dan maraknya milisi2 radikal bersenjata

Perilaku umat Islam dan negara2 Islam membentuk kesimpulan buruk di benak orang eropa. Coba saja anda jalan di jalan2 kota di eropa atau amerika sambil memakai jubah dan menenteng ransel. Orang2 bakal curiga dan takut mendekati anda. 

Perilaku muslim harus mengedepankan kelembutan dan kedamaian. Orang tidak tiba2 simpatik dengan islam karena membaca alquran. orang hanya bisa simpatik dengan melihat perangai dan ahlak muslim yang lembut. 

Eropa pasca perang dunia II kebanjiran immigran dari dunia Islam. Banyak dari mereka hidup dibawah standar kesejahteraan orang eropa sehingga mudah terjebak dalam kriminal dan hasutan kelompok radikal.

Belum lagi ditambah pengungsi dari dunia Islam yang akhirnya harus ke negara2 eropa karena tidak mau ditampung oleh saudara2 muslim mereka yang makmur seperti Arab Saudi, Qatar, UEA. 

Terus bagaimana dengan peristiwa di Perancis?

Di Perancis, Kebebasan dan sukelarisme jadi nilai utama mereka. Sebagai ekpresi kebebasan orang bisa melakukan kritik serta hujatan,  dan itu dilindungi. Jangankan Islam, Kristen pun seringkali juga jadi korban kebebasan disana. 

Saya pun tidak setuju dengan perilaku media disana yang sering mengolok-olok simbol agama. Itu sensitif dan memicu reaksi balik.

Pembunuhan guru sejarah adalah tindakan reaktif balik tapi terlampau berlebihan. Apakah dengan itu nyawa orang perlu dihabisi..? 

Perancis menghadapi musuh dari dalam yaitu kaum radikalis muslim immigran. Tindakan Macron itu populis bagi mayoritas warga perancis yang kristen itu. Itu jawaban atas keresahan mereka. Tapi mengapa hal itu justru memicu pembunuhan orang yang tidak bersalah di gereja oleh kelompok radikal.

Bayangkan saja kalau itu terjadi di Indonesia. Ada kelompok immigran yang minoritas dan berbeda keyakinan mengecam pernyataan Presiden lalu kemudian ke masjid dan membunuh orang tidak bersalah. Apa sikap kita..? Pasti sama atau malah lebih brutal.

Kita di Indonesia harus mempercayakan ke Pemerintah untuk menyampaikan protes atas penyataan Macron. Lebih mengena dan tepat sasaran daripada kita harus demo dan teriak-teriak. Toh di Perancis tidak ada yang nonton dan baca TVOne, detik, atau Kompas. 

Jangan ikut-ikutan gaya Erdogan dan Mahathir Muhammad. Erdogan sudah tidak dipercaya kalangan muda Turki. Dia menyerang Perancis karena Perancis pro Yunani saat konflik soal penemuan lapangan gas lepas pantai di perbatasan Yunani-Turki. Erdogan ini kebanyakan maen gimmick, sering buat pernyataan nyerang Israel tapi tetap bangun hubungan dengan Israel. Dia Melarang negara Islam lain membuka hubungan dengan Israel tapi dia justru sebaliknya. Piye toh..?

Muslim Perancis telah berbesar hati, meminta maaf kepada keluarga korban aksi teroris, itu hebat.

Mengapa Islam Politik selalu bersandar pada kekuatan Figur lain?


Relasi Islam politik dan negara sejak jaman kolonial tidak pernah akur. Islam adalah agama yang sangat politik dan revolusioner, ajarannya mengatur banyak aspek politik, sehingga Islam menjadi agama yang paling kritis kepada praktik kekuasaan sepenjang sejarah. 

Kolonialisme Eropa tidak pernah bisa menjinakan islam politik dari doktrin melawan kekuasaan, sehingga sepanjang sejarah Indonesia pra kemerdekaan adalah catatan sejarah tentang perlawanan kelompok islam baik kesultanan maupun para ulamanya terhadap kekuasaan negara kolonial.

Yang menarik dari sejarah  perlawanan Islam politik pra kemerdekaan adalah kemandirian mereka membangun kekuatan dari dalam, tanpa bergantung pada kekuatan diluar mereka. Islam politik vis a vis negara kolonial.

berbeda saat era perjuangan kemerdekaan, islam politik secara sadar menempatkan diri pada kepemimpin gerakan nasionalis di bawah Soekarno-hatta dan melunak pada kompromi politik dengan kelompok nasionalis-jawa abangan di dalam perumusan Pancasila dengan mengesampingkan piagam Jakarta.

Kompromi politik itu rupanya setengah hati. tidak semua kelompok dapat menerimanya. dari sinilah ketegangan islam politik dengan negara sepanjang sejarah republik ini dimulai. 

tahun 1950an muncul dua alternatif perjuangan menjadikan islam sebagai ideologi negara. kelompok darul islam memilih jalan bersenjata dan kelompok Masyumi-NU memilih jalur parlementer.

Pada pemilu 1955, meskipun Islam politik tidak menang dan memiliki suara mayoritas di badan konstituante, namun dapat mencegah kelopok Nasionalis-Kristen untuk menyingkirkan Islam secara total dari konstitusi. 

Masyumi salah langkah dengan terlibat jauh ke perjuangan bersenjata PRRI. ini pintu masuk bagi Soekarno untuk bergerak tegas menentang Islam politik dan ide negara islam dengan membubarkan Masyumi, kemudian membubarkan badan Konstituante dan memulai rezim baru otoriter dengan demokrasi terpimpin. 

Saat kekuatan kelompok Komunis dan Nasional Soekarno melemah di pertengahan tahun 1960an, kelompok Islam politik mendukung Soeharto dengan menganyang kelompok Nasionalis dan Komunis. Kelompok Islam berharap ada kesempatan untuk bekerjasama dengan Soeharto dan memulai orde baru. kelompok Islam Politik salah tafsir, dan bersandar pada kekuatan yang salah dalam menyingkirkan Soekarno. ternyata Soeharto sama saja, tidak percaya pada kelompok Islam Politik.

Orde baru yang khawatir kekuatan Islam Politik akan bangkit kemudian menerapkan kebijakan-kebijakan yang mengekang, kooptasi dan represi. semua ormas islam politik dikanalisasi jadi satu dengan mengesampingkan perbedaan diantara mereka seperti NU yang lebih moderat dibanding kelompok modernis yang lebih pro negara islam. 

Orde baru sangat sistematis mengkerdilkan Islam politik. anak-anak muda islam dikirim untuk mempelajari Islam di Amerika dan Kanada agar dapat menandingi narasi negara islam oleh kelompok modernis islam yang rata-rata belajar di timur tengah. 

Institut Agama Islama Negeri/IAIN didirikan untuk mencetak santri-santri baru yang bisa menerima Pancasila sebagai sebuah konsep Negara yang Islamis dan legowo kepada asas tunggal. 

sejak saat itu praktis Islam politik kalah di segala lini. narasi negara Islam hilang dari wacana dan partai Islam sebagai sarana Islam politik di Parlemen melemah dan tidak memiliki daya tawar berarti.

Soeharto membangun kekuasaan orde baru dengan mengandalkan orang-orang jawa abangan dan kristen. mereka merupakan yang paling berpengaruh dalam menciptakan struktur politik dan kebijakan-kebijakan orde baru. sebut saja, Ali Murtopo, Yoga Sugama, dan Sudjono Humardhani. Ali Murtopo kemudian membentuk CSIS yang dimotori para intelektual Cina beragama katolik Roma sebagai pusat riset kebijakan bagi orde baru. 

beberapa kabinet Soeharto secara berturut-turut memperlihatkan posisi kunci yang dipengang oleh orang-orang kristen seperti JB Sumarlin, dan Radius Prawiro. di angkatan darat Soeharto mengandalkan Maraden Pangabean, Moerdani dan Sudomo.

Islam Politik menjadi muak kemudian meletus peristiwa tanjung priok tahun 1984.

tahun 1990an kelompok islam politik mulai muncul kembali. di tubuh kekuasaan orde baru ada banyak ketegangan antara Moerdani dan Soeharto yang berujung penggantian Moerdani dan pendukungan. Soeharto kembali melihat Islam sebagai kawan strategis. Islam Politik terlihat melunak dan bersandar pada BJ Habibie, orang kepercayaan Soeharto yang sama sekali tidak memiliki riwayat dengan kelompok islam politik. 

ICMI didirikan. narasi negara islam hilang. Kelompok Islam politik jadi bagian dari orde baru dan masuk ke jabatan-jabatan penting. akbar tandjung, ibrahim hasan, azwar anas, ginandjar kartasasmita, abdul latif dan tarmizi taher mengisi pos meteri. Gus dur dan Cak nur masuk ke Golkar. Jenderal santri seperti Feisal Tandjung dan Hartono memimpin militer, serta CSIS diganti perannya oleh CIDES. 

untuk kali ketiga Islam politik bersandar pada tokoh yang tidak lahir dari kelompok mereka, Habibie.

Setelah reformasi, kelompok islam politik merosot. wacana negara islam dan kembali ke piagam jakarta menjadi kehilangan relevansi. muncul bnyak sekali partai Islam yang fragmented dan kecil sehingga tidak memiliki dukungan kuat di parlemen. 

Kelompok Islam politik sampai hari ini pun tidak tampil terlalu mencolok dengan daya tawar tinggi kepada negara. partai politik islam hilang kepercayaan dari konstituennya, kelompok ekstra parlemen justru lebih hidup dan memimpin tapi selalu kembali pada siklus dengan bersandar kepentingan pada orang diluar mereka sendiri seperti ke Prabowo saat Pipres 2019.

Kelompok Islam Politik perlu evaluasi atas sejarah politik mereka selama ini dan memunculkan figur alternatif dari kalangan mereka sendiri yang mampu membangun kesadaran politik Islam sebagai agama mayoritas penduduk di republik ini.

BLUFFING POLITIK ABDULLAH VANATH


Politik adalah seni memainkan kemungkinan. setiap potensi dimaksimalkan menjadi kekuatan dan setiap kesempatan dapat menciptakan peluang.
Seperti sepak bola, Politik itu dinamis. prediksi di atas kertas kerap berbeda dengan situasi di lapangan. butuh kejelian membaca kemungkinan, butuh kepercayaan diri memerankan posisi, dan sesekali melempar bluffing.
Bluffing politik adalah seni menggertak. seorang politisi bisa melakukanbluffing melalui statement, lobby, wacana, media, positioning, juga gesture.
bluffing dilakukan untuk memainkan opini publik dan psikologi lawan politikyang bertujuan menunjukkan kekuatan dan posisi politik di hadapan lawan.
Sama seperti permainan judi kartu. pemain yang memegang kartu kecil kerap memainkan bluffing dengan melempar umpan besar seolah memiliki kartu besar. dan saat psikologi lawan terganggu disitulah dia memegang kendali permainan
selain membuat lawan menjadi gentar, bluffing yang dilakukan seringkali akan membentuk persepsi publik bahwa yang bersangkutan diterima banyak kalangan dan mempunyai kemungkinan besar memenangkan kompetisi. Di titik inilah seorang politisi meningkatkan elektabilitas.
~~
dalam beberapa konteks pilkada, kandidat tertentu biasanya memainkanbluffing melalui survei popularitas dan elektabilitas. opini akan dibentuk melalui legitimasi ilmiah. dan ini menjadi senjata untuk melobby rekomendasi parpol dan menggalang dukungan.
namun, legitimasi bluffing politik akan dipertanyakan publik jika teknik yang sama digunakan pula oleh kandidat lain. misalnya: beberapa kandidat mengeluarkan rilis hasil survei yang bertentangan satu dengan yang lain. konsekuensi dari ini adalah opini publik akan bergerak ke arah delegitimasi atas bluffing tersebut.
bluffing lain yang biasa dilakukan kandidat seperti teknik menunjukkan kemampuan ekonomi seorang kandidat yang gemar membagi bagikan uang dan barang dengan tujuan meningkatkan elektabilitas.
ada pula bluffing dilakukan di arena kekuatan kandidat lain. hanya untuk memainkan psikologi dari penentu kebijakan sebuah partai yang dinaungi lawannya.
begitu penting bluffing dalam mendongkrak kandidat. karena pilihan politikadalah wujud persepsi publik, maka maksimalkan upaya untuk membentuk persepsi mengenai kekuatan kandidat.
GPR

Kemiskinan itu Adalah Akibat salah kelolah Pemerintahan, Pak Gubernur!



Selalu saja Gubernur atau Wakil Gubernur bersikap resisten jika ada penilaian tentang kinerja pemerintahan. meskipun lembaga yang menilai adalah otoritas formal negara.
Entah kenapa sejak dulu narasi soal kemiskinan di Maluku selalu dibangun dalam konteks kesalahan Pemerintah Pusat. mungkin ini warisan perlawanan terhadap cara berfikir sentralis Orde Baru.
memang ada sedikit aturan dalam distribusi anggaran menyangkut proporsi jumlah transfer anggaran pemerintah pusat yang tidak menguntungkan Provinsi dengan tipikal geografis Kepulauan, tapi seberapa signifikan terhadap pengentasan kemiskinan sehingga menjadi satu-satunya faktor dominan penyebab Maluku tak kunjung sejahtera. ini tak lebih dari buruk muka cermin dibelah. bagaimana dengan Maluku Utara dan Kepulauan Riau, Sulawesi Tenggara, yang jauh lebih sejahtera dibanding Maluku yang usianya setua usia Republik ini. ðŸ˜¬
Fakta bahwa Maluku adalah Provinsi dengan presentase miskin terbesar ketiga se-Indonesia tidak perlu dibantah oleh Gubernur Said Assegaf dengan mempertanyakan indikator yang di tetapkan dalam mengukur Kemiskinan oleh BPS. ini menunjukkan Assegaf menolak dinilai gagal, padahal jika menyangkut bantuan anggaran pemerintah pusat, tiba-tiba teriak paling miskin.
Gubernur Assegaf beranggapan 14 indikator Kemiskinan yang digunakan BPS tersebut tidak mewakili karakteristik sosial masyarakat Maluku. bagi Assegaf Jika anda-anda para Profesor doktor dan ahli sosiologi dan kemiskinan dari berbagai universitas datang ke Maluku dan menyaksikan ada rumah yang berlantaikan tanah dan tidak punya apa-apa sebagai isi rumah maka itu belum bisa disebut miskin.
bahkan menurut sang Gubernur kalau Orang Maluku terbiasa tidur di atas tanah untuk menyerap energi positif dari unsur tanah. kayak Avatar yg menyerap kekuatan energi dari elemen tanah ðŸ˜‚😂😂
*Kesalahan Berfikir
Bagi Assegaf Ditetapkannya Maluku Sebagai Provinsi paling bahagia adalah sebuah prestasi yang sangat dibanggakan. meskipun mengukur indeks Kebahagiaan dan kemiskinan memiliki indikator berbeda, namun Gubernur lupa bahwa bahagia adalah karakter masyarakat Maluku yang religius dan punya ikatan kekeluargaan yang kuat, sedangkan kemiskinan adalah buah dari salah urus Pemerintah daerah.
soal kemiskinan Maluku, tidak ada yang lebih pantas disalahkan selain kinerja buruk Pemerintahan Gubernur dan Wakil Gubernur Maluku.
Jika dengan menghitung pendapatan per kapita saja sudah 21% orang Maluku yg Miskin apalagi menghitung jumlah yang berada sedikit di atas garis kemiskinan, maka bisa mencapai 60% atau lebih penduduk di Maluku yg sangat rentan mengalami kemiskinan jika ada sedikit saja guncangan ekonomi.
Gubernur harusnya memahami jika indikator Kemiskinan itu diperluas maka satu orang Maluku mungkin tdk dikategorikan sebagai miskin dlm pendapatan tapi di satu sisi ter kategori miskin dalam hal akses terhadap infrastruktur dan layanan dasar seperti akses kesehatan, pendidikan, sanitasi, air bersih, pelayanan birokrasi, dan indikator² pembangunan manusia lainnya. jika itu dijadikan patokan maka bukan tidak mungkin 75% dari Masyarakat Maluku setidaknya mengalami satu jenis kemiskinan.
**Salah Kelolah Pemerintahan
Kewenangan daerah menentukan arah pembangunan di zaman desentralisasi ini diikuti dengan tanggung jawab menyejahterakan masyarakat. jadi tidak elok memposisikan secara mutlak kesalahan berada diluar pemilik kewenangan.
kemiskinan Maluku adalah hal yang kompleks, namun setidaknya ada empat problem mendasar yang bersangkut dengan kewenangan pemerintah menghapus kemiskinan di Maluku.
pertama, Pertumbuhan ekonomi Maluku tidak berdampak positif bagi pengurangan kemiskinan. Pertumbuhan ekonomi provinsi satu ini memang aneh. distorsi. tumbuh 7.45%, di atas angka pertumbuhan ekonomi nasional, tetapi angka kemiskinan tidak pernah ditekan. persentase kemiskinan turun beberapa point tapi jumlah individu miskin bertambah (BPS, 2016). ironi. setiap persen pertumbuhan tak memberi dampak distributif pada kelompok miskin dan rentan, juga tidak menekan jumlah pengangguran terbuka.
Kedua, Tidak ada good will dari pemerintah dalam merancang pengeluaran/belanja anggaran (government spending) ditujukan bagi pengurangan kemiskinan.
contoh misalnya, belanja untuk sektor-sektor yang berhubungan dengan pemberantasan kemiskinan dan peningkatan IPM nyaris tidak diperhatikan. 58-60% anggaran masih diperuntukkan untuk birokrasi, kesehatan hanya 8%, pendidikan 7%, dana Pengembangan UMKM tak memadai, dinsos kekurangan anggaran.
jadi bagaimana pemerintah menjelaskan pertanggungjawaban pengelolaan uang daerah yang lebih dari dua triliun rupiah setiap tahun jika untuk menurunkan satu persen saja penduduk miskin Maluku pun tidak bisa.
tidak salah jika penelitian Centre for Budget Analysis (CBA) menunjukkan jika potensi kebocoran anggaran Pemerintah Provinsi Maluku adalah satu yang tertinggi di Indonesia: 800 miliar rupiah. ðŸ˜±
Ketiga, Minim Layanan Dasar bagi masyarakat Maluku. padahal layanan dasar adalah persoalan urgen. data menunjukkan tingginya angka kematian Bayi (386 bayi per tahun), angka buta huruf di Provinsi ini masih 10%, pengangguran terbuka yang masih tinggi. ini adalah faktor pendukung kemiskinan.
wajar jika Kementerian dalam Negeri dalam penilaian kinerja pemerintah provinsi se Indonesia pada tahun 2016 menempatkan Maluku pada rengking ke 25 dari seluruh provinsi.
Keempat, Pemerintah Provinsi tidak memiliki visi besar pemberantasan kemiskinan. tidak ada program Pemerintah Provinsi yang menonjol untuk penanggulangan kemiskinan. Pemerintah provinsi masih mengandalkan skema dan program Pemerintah Pusat seperti Program Keluarga Harapan, KIS, KIP, Bantuan usaha kecil, dlsb.
Fakta kegagalan mengelolah pemerintahan adalah akibat dari kapasitas pemimpin. pemerintah tidak mempunyai sama sekali polical will, pemerintah terperangkap pada rutinitas pengelolaan negara yang tidak memiliki tujuan pemberantasan kemiskinan.
bahkan mungkin Gubernur tidak memahami problem kemiskinan dan bagaimana cara mengatasinya, sehingga upaya tetap saja jalan di tempat.

Herman Andrian Koedoboen dan Gagasan Pembenahan Kebijakan Anggaran Daerah


Salah satu problem mendasar dalam tata kelolah pemerintahan di Maluku adalah merumuskan kebijakan anggaran yang betul-betul menunjukkan kebutuhan publik. Saat saya membaca dokumen visi misi Herman Andrian Koedoboen (HAK) sebagai bakal calon Gubernur Maluku 2018, dia menempatkan persoalan ini sebagai salah satu masalah krusial yg harus segera di tangani. Bagi saya HAK punya kemauan politik (political will). sebagai seorang birokrat, HAK tentu paham bahwa akar masalah problem ini adalah Tidak adanya kemauan politik dan kemampuan manajerial.

anggaran daerah (APBD) adalah alat (instrumen) penting untuk melihat kebijakan dan orientasi Pemerintah. dengan mencermati alokasi anggaran, arah dan orientasi pemerintah dapat diketahui. terus bagaimana caranya kita melihat sejauh apa APBD yg ada telah memperlihatkan pengelolaan yg berdasarkn prinsip good governance: pertama, dari segi proses penganggaran sejauh mana seluruh perencanaan, pelaksanaan dan pengawasan melibatkan masyarakat. kedua, bagaimana wajah anggaran dilihat dari sisi pengeluaran telah terjadi, baik mengenai belanja rutin, pembangunan, belanja aparatur, belaja modal di komposisikan. Ketiga, sejauh mana rekapitulasi anggaran belanja per SKPD lebih mencerminkan kebutuhan masyarakat daripada kebutuhan penyelenggara pemerintahan. keempat, prinsip-prinsip apa saja yg dijadiin landasan pengelolaan anggaran dan bagaimana realisasinya. kelima, bagaimana porsi anggaran untuk pengentasan kemiskinan yg dijanjikan saat kampanye tahun 2013 diterapkan, apakah benar atau sebatas retorika.

terus bagaimana dengan kebijakan anggaran di Maluku di bawah Gubernur Said Assegaf (SA). Tahun 2016 Maluku masih menempatkan Belanja rutin sebesar 58-60% tidak sebanding dengan jumlah personil Pegawai, alokasi anggaran pendidikan dari APBD murni hanya 7% padahal angka buta huruf dan indeks pendidikan serta infrastruktur pendidikan kita masih dibawah rata-rata nasional. anggaran untuk Pendidikan seharusnya 20% dari presentase APBD. Anggaran Kesehatan hanya terpaut di angka 8.59% tidak sampai 10% padahal angka gizi buruk masih tinggi, fasilitas pelayanan kesehatan masih minim. anggara sosial hanya 2,8 miliar dari APBD murni, bagaimana mau keluar dari provinsi termiskin ketiga di Indonesia.

belum lagi anggaran untuk pengembangan koperasi dan UMKM yg notabene sebagai pilar kesejahteraan masih sangat minim, padahal UMKM mampu menciptakan lapangan pekerjaan yg cukup besar. bagaimana kita melihat komposisi anggaran tersebut, Porsi anggaran yg seharusnya diletakkan pada bidang tertentu pada akhirnya harus dikurangi dari yang semestinya dan dialokasikan untuk penyelenggaraan formal pemerintahan. tentu ini tidak mencerminkan political will untuk menyejahterakan masyarakat. padahal ini baru gambaran komposisi anggaran saja, belum kita melihat efektivitas programnya. dalam komposisi anggaran tersebut sebenarnya masih terdapat di dalamnya biaya rutin, jadi tidak secara keseluruhan sebagai belanja langsung. jadi dapat ditayangkan betapa kecilnya efek anggaran tersebut bagi masyarakat.

prioritas belanja daerah ternyata masih cenderung bias kepada pembiayaan mesin birokrasi dan kurang berpihak pada upaya yg langsung bersentuhan dengan kesejahteraan rakyat. situasi ini ironis. pemerintah yg dibentuk untuk melayani dan melindungi kepentingan publik ternyata menghabiskan sebagian besar sumber daya anggaran untuk mengurus dirinya sendiri (self service).

padahal, salah satu prasyarat untuk keluarga dari kemiskinan adalah pemerintah daerah harus mampu merumuskan kebijakan anggaran dan program yang betul-betul pro rakyat dan bisa mengeluarkan Maluku dari predikat termiskin ketiga di Indonesia.

Proses Perumusan anggaran pun masih di dominasi model teknokrat elitis, padahal proses mewujudkan democratic budgeting sudah ditetapkan pemerintah pusat seperti proses bottom up perencanaan anggaran, hanya saja keputusan akhir dari dokumen usulan masih di dominasi SKPD. bahkan seringkali wajah program dan usulan anggaran untuk dibahas di DPRD dari tahun ke tahun nyaris tidak mengalami perubahan yg signifikan.

Pada akhirnya hanya pada Kemauan politik pemimpin pemerintahan untuk menciptakan anggaran yg pro rakyat lah yg mampu secara cepat mewujudkan kesejahteraan sebagai tanggung jawab Negara (state obligation) bagi masyarakat. dan saya hanya baru melihat Herman Andrian Koedoboen saja yg mempunyai komitmen untuk membenahi hal ini. ini merupakan tanggung jawab bersama untuk mendorong terwujudnya anggaran pro rakyat.