Gemah Putra*
Kemiskinan merupakan masalah utama yang dihadapi bangsa ini sejak kemerdekaannya  tahun 1945, di tengah sumber kekayaan melimpah yang dimiliki bangsa ini, kemiskinan masih menjadi momok, tak terkecuali masyarakat pesisir yang umumnya berprofesi sebagai nelayan. Indonesia dikenal sebagai bangsa maritim yang 2/3 luas wilayahnya adalah laut yang kaya dengan sumber daya perikanan dan biota laut lainnya yang merupakan surga bagi para nelayan yang menggantungkan kehidupnya dari sumberdaya tersebut.  

Sumberdaya laut yang melimpah di perairan indonesia, seharusnya  menjadi asset yang besar bagi nelayan untuk meningkatkan taraf kesejahteraan ekonomi mereka. Namun, sampai sekarang nelayan umumnya belum bisa meningkatkan taraf kesejateraan mereka. Bahkan, masyarakat nelayan adalah masyarakat termiskin diantara golongan masyarakat lainnya (Kusnadi, 2002) terutama nelayan tradisional dan nelayan buruh.

·         Kemiskinan nelayan

Mayoritas nelayan yang bermukim di pesisir pantai hidup dalam kondisi di bawah garis kemiskinan (poverty line), dengan pendapatan di bawah 2 dollar AS per-hari atau sebesar Rp. 19.000. dengan jumlah nelayan sebanyak 16,2 juta, 90% diantaranya atau 14,58 juta berada dibawah garis kemiskinan (Antara, 2008), membuat nelayan seolah terjebak kedalam situasi “persisten poverty” atau kemiskinan yang berlangsung secara turun temurun (Kartasasmita, 1996) . Kondisi yang sangat paradoks dengan kekayaan sumberdaya alam yang melimpah, namum menyisakan sebagaian besar nelayan yang hidup di bawah garis kemiskinan.

Pekerjaan nelayan adalah alternatif paling umum yang bisa dilakukan oleh masyarakat pesisir, mengingat kurangnya lapangan pekerjaan lain di luar nelayan yang tersedia bagi masyarakat pesisir. Perhatian yang kurang terhadap pengembangan masyarakat pesisir serta pola pembangunan yang berorientasi darat (land based oriented) dan bukan pada laut (marine based oriented) semakin memperparah keterpurukan nelayan yang mengarungi derasnya gelombang laut dengan teknologi perikanan yang umumya masih tradisional. Sejak dulu, orientasi pembangunan selalu mengesampingkan nelayan sebagai bagian penting dalam pengentasan kemiskinan, menjadikan nelayan sangat sulit keluar dari lingkaran kemiskinan. Rendahnya produktifitas nelayan berkesesuaian dengan rendahnya teknologi yang digunakan nelayan pada umumnya, sehinggah pendapatan nelayan terus menerus tidak membaik dari hari ke hari.

Rendahnya teknologi dan ukuran perahu yang digunakan nelayan tradisional membuat mereka kesulitan melaut saat cuaca laut yang ekstrem (angin barat) tiba, saat-saat kesulitan nelayan berada pada puncaknya, pendapatan nelayan mulai tidak menentu. musim paceklik nelayan dan tidak adanya alternatif pekerjaan selain melaut yang tersedia membuat nelayan terjebak dalam hutang piutang yang demikian semakin menjerumuskan nelayan pada lingkaran kemiskinan.

·         Penyebab kemiskinan nelayan

selain musim paceklik yang ditandai dengan cuaca ekstrem membuat nelayan sulit untuk melaut sehinggah produktifitas nelayan terhenti dan kehilangan pendapatan, beberapa hal lain yang menyebabkan nelayan sulit untuk keluar dari lingkar kemiskinan yang melingkupinya.

Kusnadi (2002) membagi faktor penyebab kemiskinan nelayan menjadi dua. Pertama, faktor internal. Faktor ini melingkupi keterbatasan sumber daya manusia yang dimiliki oleh nelayan yang menyebabkan nelayan sangat bergantung dengan aktifitas melaut dan tidak bisa melakukan aktifitas yang produktif saat musim paceklik tiba,  keterbatasan modal usaha yang dimiliki oleh nelayan membuat nelayan sulit untuk membiayai aktifitas melautnya dan tekhlogi penangkapan yang digunakan nelayan sangat tradisional sehinggah daya jangkau dan daya tangkapannya sanagat minim, hubungan kerja dalam organisasi penangkapan yang seringkali kurang menguntungkan nelayan terutama nelayan buruh, kesulitan nelayan dalam melakukan diversifikasi usaha penangkapan, ketergantungan yang sangat tinggi dalam okupasi melaut, dan gaya hidup nelayan yang dipandang kurang berointasi ke masa depan saat musim tangkap nikan melimpah.

Kedua, Faktor eksternal. Faktor ini merupakan faktor struktural kemiskinan nelayan. Faktor ini meliputi kebijakan pembangunan perikanan yang lebih berorientasi kepada produktifitas untuk menunjang pertumbuhan ekonomi nasional dan parsial, sistem pemasaran hasil perikan yang dinilai sangat menguntungkan pedangan perantara dengan membeli dari nelayan dengan harga yang sangat bjauh di bawah harga pasar, kerusakan laut akibat pencemaran wilayah darat dan penggunaan bahan-bahan berbahaya dalam penangkapan ikan, penggunaan peralatan penangkapan ikan yang tidak ramah lingkungan, terbatasnya pengunaan teknologi penggolaan pasca panen, terbatasnya peluang kerja lain di desa nelayan, serta pemukiman nelayan yang terisolasi secara geografis yang membuat sulitnya mobilitas barang.

Nelayan akan tetap tinggal dan berada dalam lingkaran kemiskinan karena tidak mampu keluar dari kondisi yang secara kultural maupun struktural mengekangnya. Oleh sebab itu, perlu adanya perhatian yang serius terhadap penanggulangan keemiskinan nelayan, terutama saat musim paceklik atau angin barat tiba, dimana tidak ada oportunity cost atau alternatif pekerjaan ekonomi lain selain melaut yang dapat dilakukan oleh nelayan (Bengen, 2001). Jika oportunity cost rendah, maka produktifitas nelayan juga rendah, dan itu semakin meperburuk keadaan nelayan.

·         Apa yang harus dilakukan?

Faktor penyebab kemiskinan memang multidimesi, termasuk yang terjadi pada masyarakat pesisir dan nelayan. Oleh karena itu membutuhkan perhatian banyak pihak dalam upaya penanggulangan masalah tersebut. Terhadap masyarakat nelayan, penanggulangan masalah kemiskinan bisa dilakukan dengan upaya sebagai berikut. Pertama, adanya sistem jaminan sosial (social safety net) kepada nelayan saat musim paceklik tiba, hal ini dilakukan untuk mengurangi beban pembiayaan kehidupan nelayan saat tidak melaut. Kedua, perlu dilakukan pemberdayaan terhadap keluarga nelayan untuk menununjang penghasilan keluarga, ketiga, penyediaan lapangan pekerjaan alternatif kepada nelayan saat musim peceklik. keempat,  modernisasi tekhnologi penangkapan ikan. Kelima, membuka akses nelayan terhadap pasar. Dan Keenam, pembangunan sosial bagi masyarakat pesisir.

Dengan langkah-langkah tersebut, secara struktural membuat masyarakat nelayan secara perlahan dan terukur dapat mengurangi tekanan kemiskinan yang dialami selama ini. Perhatian yang serius dari pemerintah dan stakeholders terhadap penanggulangan kemiskinan nelayan menjadi kunci masyarakat nelayan untuk keluar dari lingkaran kemiskinan.

*Mahasiswa Pascasarjana Universitas Indonesia