Relasi Bisnis-Politik Dalam Pemilukada

Andrew McIntyre dalam bukunya Business and Politics in indonesia menjelaskan relesai antara bisnis dan politik bisa di lihat dari dua hal; pertama keterlibatan pemerintah (negara) di dalam pasar (bisnis), kedua keterlibatan bisnis dalam kehidupan politik. perubahan sistem pemilihan kepala daerah dari yang semula di pilih oleh DPRD ke pemilihan terbuka oleh masyarakat menjadikan pemilukada sebagai suatu arena kompetisi yang mahal dan menimbulkan konsekuensi masuknya kelompok pebisnis di dalam arena politik baik sebagai calon kepala daerah maupun donatur dalam proses pemenangan pemilukada.

Relasi simbiosis mutualisme antara elit politik dan pebisnis bisa di lihat dari pendanaan yang di berikan oleh pengusaha kepada calon kepala daerah yang berkompetisi, mulai dari dana pembelian partai pengusung hinggah dana pelaksanaan kampanye yang begitu besar sebaliknya calon kepala daerah akan memberikan konsesi sebagai balas jasa dengan pemberian proyek-proyek dan kemudahan bagi para pebisnis. perselingkuhan antara pebisnis dan elit politik sebenarnya bukan hanya terjadi di indonesia negara yang Demokrasinya telah mapan seperti Amerika Serikat pun terdapat banyak kasus yang menunjukan betapa kepentingan bisnis begitu besar dalam dunia politik, Lary M Bertels dalam studinya tentang pemilihan anggota konggres menunjukan bahwa sumbangan dana kampanye dari para pebisnis kepada para senator mencapai 58,1% dari total dana kampanye. sumbangan yang demikian besar yang di berikan oleh para pebisnis ini kemudian menjadi bargaining position buat pemerintah untuk mengakomodasi kepentingan pebisnis lewat kebijakan yang di keluarkan yang dalam level nasional bahkan sampai pada deregulasi undang-undang utuk mengamankan bisnis kelompok pengusaha. dalam pandangan politik hal ini di sebut bribes and kickback (menyogok agar di permudah).

relasi bisnis-politik yang demikian kuat tersebut menimbulkan konsekuensi atas pembajakan demokrasi yang terjadi lewat terbentuknya kartel bisnis-politik yang berwajah rent seeking. politik balas budi terhadap pebisnis ini menyebabkan praktik pemerintahan menjadi sarang korupsi. hasil riset yang di lakukan oleh ICW tentang relasi penguasa dengan kelompok bisnis menunjukan bahwa relasi ini menjadi fondasi yang kuat terjadinya korupsi dan penyalahgunaan kekuasaan. keterlibatan pebisnis sebagai calon kepala juga memberikan ruang untuk semakin terbangunya kartel bisnis-politik. di indonesia sendiri tidak tegasnya aturan maupun undang-undang yang mengatur tentang upaya meminimalisi pengaruh bisnis dalam pengambilan keputusan politik, di Filipina dan Thailand upaya mengurangi dominasi Bisnis dalam kehidupan politik telah di lakukan dengan membatasi pejabat berbisnis dan di atur dalam konstitusi kedua negara, filipina membatasi pejabat publiknya untuk menerima kontrak proyek yang mendatangkan keuntungan, sedangkan di thailand pejabat publik di larang memiliki saham usaha atau kerjasa sama bisnis dengan perusahaan lain. di indonesia sendiri terdapat banyak pejabat publik dan politisi yang memiliki saham di banyak perusahaan sehinggah memungkinkan terjadinya banyak penyalahgunaan kekuasaan.

REFLEKSI HARI PANCASILA



Oleh: Gemah Putra. R
"pancasila rumah kita, rumah untuk kita semua
nilai dasar indonesia, rumah kita selamanya"
( lagu 'pancasila rumah kita' karya Franky Sahilatua)
membumikan nilai pancasila dalam tradisi politik di indonesia memang teramat sulit di lakukan, etika politik yang berdasarkan pancasila sangat sulit di jumpai dalam perilaku elit politik bangsa ini. pengutamaan syahwat kekuasaan sebagai satu-satunya alasan dalam berpolitik menjadi bagian dari cita-cita banyak elit yang terjun dalam politik. seakan menjadi bagian dari budaya politik yang terbangun dalam masyarakat politik indonesia. citra yang melekat pada setiap politisi maupun pejabat di negara ini selalu melekat predikat si tukang korupsi, kolusi dan nepotisme dan seakan jauh citra pemimpin maupun politisi seperti bermoral. semua institusi politik pun tak lepas dari citra negatif kekuasaan, mulai dari institusi yang sangat dekat dengan masyarakat seperti kepolisian, kejaksaan, kehakiman sampai RT/RW, sampai institusi representatif rakyat seperti DPR, dan DPRD. serta institusi kelembagaan yang semua itu merupakan dampak dari berlangsung lamanya tradisi kekuasaan yang sangat jauh dari nilai luhur pancasila sebagai etika politik bangsa.

Masalah kebangsaan dan keharusan kembali ke pancasila

segudang masalah kebangsaan yang di hadapi bangsa indonesia sekarang menunjukan semakin kearah sebuah negara gagal, berbagai persoalan skandal kasus korupsi hingga mega skandal korupsi menjadi semakin tidak terselesaikan oleh negara sebagai yang memiliki otoritas untuk melakukan itu, kedaulatan nasional lewat penguasaan asing terhadap aset dan sumber daya alam dan perdagangan maupun perbankan di indonesia semakin dalam dan tak terkendali. penyelewengan terhadap hukum pun menjadi bagian dari masalah mendasar bangsa ini
kembali ke pancasila sebagai dasar kehidupan berbangsa dan bernegara  menjadi suatu keharusan. pancasila hendakna tidak hanya menjadi suatu tema pidato yang hanya bisa di celotehkan oleh para tokoh bangsa tapi menghendaki adanya moral action yang konsekwen untuk membumikan pancasila. sejak di buatnya pancasila sebagai dasar bernegara dan berbangsa oleh para pendiri republik ini di harapkan dapat menjadikan pancasila sebagai wajah dalam beretika yang bisa menjadi citra indonesia, serta upaya menumbuhkan karakter nasional bangsa.

Masa depan Pancasila

pancasila merupakan ajaran yang mengandung nilai-nilai universal yang di jadikan harapan moralitas berbangsa, kesesuaian nilai-nilai pancasila dengan perkembangan zaman menunjukan pancasila tidak akan pernah hilang di telan zaman, kenyatataan masih relevannya pancasila sebagai ajaran moral dasar bangsa di tengah nihilisme moral, aktualisasi nilai-nilai pancasila menjadi kebutuhan bangsa dalam merekonstruksi kembali karakter nasional kita. membutuhkan peran semua pihak dalam upaya ini dan terutama political will dari negara untuk konsekwen menjalalanklannya. semoga pancasila masih selalu menjadi rumah kita semua.







Membangun Partai Politik

Oleh : Gemah Putra R

Sistem kepartaian dan politik di indonesia sejak awal kemerdekaan hinggah saat ini mengalami perubahan-perubahan seiring perubahan Rezim maupun iklim politik yang yang semakin berubah. Perubahan ini di tandai dengan model sistem politik yang terus berubah serta sistem kepartaian yang mengalami desain kelembagaan. Fase-fase prubahan sistem politik yang terjadi secara berturut-turut adalah fase demokrasi awal, demokrasi terpimpin, orde baru, hinggah reformasi, institusionalisasi partai politik mengalami penguatan seiring dengan gelombang demokratisasi yang terjadi di berbagai belahan dunia (Huntington, 1991;Larry Diamond,1994). Indonesiapun tidak terlepas dari hantaman deras arus demokratisasi

Transfer kekuasaan dari presiden soeharto ke wakil presiden B. J. Habibie pada 21 mei 1998 telah membawa perubahan yang berarti dalam sistem politik indonesia. Di tingkat makro perubahan ini di lihat oleh adanya transformasi sistem politik indonesia dari sebelumnya yang bercorak sitem otoriter ke arah yang lebih demokratis (Kacung Maridjan , 2010; 1). Demokrasi tidak semata-mata adanya pemilu yang bebas, yang oleh hantington di sebut sebagai defenisi minimal demokrasi (Huntington, 1991; 9). Demokrasi di dalamnya ada pelembagaan sistem kepartai yang efektiv dan demokratis, yang berfungsi sebagai alat partisipasi masyrakat dalam kehidupan politik.



Partai politik dan penguatan Demokrasi

Dalam berbagai kajian teori politik, selalu ditegaskan bahwa partai politik merupakan salah satu pilar demokrasi. Secara teoritis, demokrasi tidak bisa dibangun dalam suatu negara tanpa adanya partai politik yang menjadi wahana agregasi kepentingan segenap warganya. Tetapi pada kenyataannya, partai politik tidak selamanya berfungsi secara maksimal dalam proses demokratisasi. partai politiklah yang sebetulnya menentukan demokrasi. Sejarah juga membuktikan bahwa partai politik merupakan sesuatu yang esensial bagi realisasi pemerintahan yang berdasarkan pilihan mayoritas dengan cara yang demokratis. Partai politik memang memberikan forum bagi warga negara untuk ekspresi politik tersebut dan mengagregasi kepentingan-kepentingan yang berbeda.

kelemahan yang mendasar dari partai politik di Indonesia adalah rendahnya kapasitas dan kapabilitas partai untuk mengakomodasi kepentingan grassroot. Padahal, keterikatan sebuah parpol dengan grassroot sesungguhnya merupakan substansi yang melengkapi prosedur formal demokrasi.
Mendemokratiskan Partai Politik

pada banyak partai hampir tidak adanya prosedur demokratis di dalam partai politik. Segala keputusan penting dan strategis diserahkan sepenuhnya di tangan pimpinan partai. Implikasinya, ketika hal-hal penting dan strategis ini bersinggungan dengan hak-hak demokratis dari pengurus di daerah, atau anggota partai, seringkali pimpinan bertindak otoriter dan mengabaikan aspirasi dari anggota demi kepentinganpartai .Keputusan pimpinan partai bersifat final dan mutlak dan tidak dapat ditantang secara demokratis.
Membangun kekuatan partai dengan efektivitas tiga wajah partai politik

Dalam tulisannya Richard Katz dan Peter Mair (1994) berpendapat, parpol memiliki tiga wajah, wajah parpol bisa dilihat dari aktivitas kader-kader mereka di pemerintahan dan di parlemen, di akar rumput, dan di aras pusat. Di tingkat akar rumput keberadaan parpol, setidaknya setingkat simbol, sudah terasakan. Parpol yang berorientasi kader telah berupaya menancapkan ruang pengaruhnya hingga ke tingkat pedesaan. Hal ini dapat dipahami mengingat tidak ada lagi formula ”massa mengambang” (floating mass). Aroma politik, tepatnya politik penuh konflik pun, kini sudah sampai ke tingkat paling bawah dalam struktur politik (Alfan Alfian ; kompas). Konflik internal parpol dalam kadar tertentu terasa sekali di level bawah. Di aras aktivitas kader-kader partai politik banyak yang perilaku politiknya tidak mencirikan upaya mendengar dan memperjuangkan rakyat, sehinggah stigma bahwa politik adalah kotor ataupun anggota partai yang berada di parlemen di anggap tidak mampu membawa aspirasi publik. Di aras partai politik di tingkat pusat, partai politik sering mencirikan peranannya yang menghamba pada kekuasaan dengan wujud pragmatisme dalam setiap langkah politik maupun perjuangan yang berdasarkan ideologipun tidak kelihatan dalam platform maupun performa politik partai di tingkat pusat.

Upaya penguatan kelembagaan partai politik adalah agenda mendesak dalam sistem kepartaian di indonesia, membesarnya sikap anti partai di banyak kalangan tak lepas dari wajah partai yang idakn mampu di maksimalkan secara baik. Untuk itu penguatan partai di 3 aras wajah partai ini memjadi prioritas partai politik untuk memperkuat demokrasi dan kepercayaan publik terhadap partei politk. Institusionalisasi partai politik kedepan harus menjadikan prioritas kedekatan partai politik dengan konstituen serta menjadikan partai politik sebagai mesin yang ampuh dalam menjalankan fungsinya mengagregasi kepentingan rakyat, sosialisasi politik, partisipasi politik dan penguatan demokrasi. SEMOGA….!!

Mukadimah

Alhamdulillah akhirnya jadi juga blog ini, semoga bisa menjadi rumah ide yang baik bagi yang mengunjungi. terinspirasi ucapan Pramoedya ananta toer seorang sastrawan besar bangsa ini " siapa yang pergi tanpa meninggalkan jejak pena maka namanya akan hilang di gilas sejarah". maka memulai untuk menulis adalah suatu keharusan. semoga isi blog ini dapat bermanfaat bagi pengunjung.